Wawasan Nusantara

Rabu, 09 November 2011

Falsafah pancasila

Nilai-nilai pancasila mendasari pengembangan wawasan nasional. Nilai-nilai tersebut adalah:[2]
  1. Penerapan Hak Asasi Manusia (HAM), seperti memberi kesempatan menjalankan ibadah sesuai dengan agama masing- masing.
  2. Mengutamakan kepentingan masyarakat daripada individu dan golongan.
  3. Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat.

[sunting] Aspek kewilayahan nusantara

Pengaruh geografi merupakan suatu fenomena yang perlu diperhitungkan, karena Indonesia kaya akan aneka Sumber Daya Alam (SDA) dan suku bangsa.[2]

[sunting] Aspek sosial budaya

Indonesia terdiri atas ratusan suku bangsa yang masing-masing memiliki adat istiadat, bahasa, agama, dan kepercayaan yang berbeda - beda, sehingga tata kehidupan nasional yang berhubungan dengan interaksi antargolongan mengandung potensi konflik yang besar.mengenai berbagai macam ragam budaya [2]

[sunting] Aspek sejarah

Indonesia diwarnai oleh pengalaman sejarah yang tidak menghendaki terulangnya perpecahan dalam lingkungan bangsa dan negara Indonesia.[2] Hal ini dikarenakan kemerdekaan yang telah diraih oleh bangsa Indonesia merupakan hasil dari semangat persatuan dan kesatuan yang sangat tinggi bangsa Indonesia sendiri.[2] Jadi, semangat ini harus tetap dipertahankan untuk persatuan bangsa dan menjaga wilayah kesatuan Indonesia.[2]

[sunting] Fungsi

Gambaran dari isi Deklarasi Djuanda
  1. Wawasan nusantara sebagai konsepsi ketahanan nasional, yaitu wawasan nusantara dijadikan konsep dalam pembangunan nasional, pertahanan keamanan, dan kewilayahan.[3]
  2. Wawasan nusantara sebagai wawasan pembangunan mempunyai cakupan kesatuan politik, kesatuan ekonomi, kesatuan sosial dan ekonomi, kesatuan sosial dan politik, dan kesatuan pertahanan dan keamanan.
  3. Wawasan nusantara sebagai wawasan pertahanan dan keamanan negara merupakan pandangan geopolitik Indonesia dalam lingkup tanah air Indonesia sebagai satu kesatuan yang meliputi seluruh wilayah dan segenap kekuatan negara.[3]
  4. Wawasan nusantara sebagai wawasan kewilayahan, sehingga berfungsi dalam pembatasan negara, agar tidak terjadi sengketa dengan negara tetangga.[3] Batasan dan tantangan negara Republik Indonesia adalah:[3]
  1. Cara penarikan batas laut wilayah tidak lagi berdasarkan garis pasang surut (low water line), tetapi pada sistem penarikan garis lurus (straight base line) yang diukur dari garis yang menghubungkan titik - titik ujung yang terluar dari pulau-pulau yang termasuk dalam wilayah RI.
  2. Penentuan wilayah lebar laut dari 3 mil laut menjadi 12 mil laut.
  3. Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) sebagai rezim Hukum Internasional, di mana batasan nusantara 200 mil yang diukur dari garis pangkal wilayah laut Indonesia. Dengan adanya Deklarasi Juanda, secara yuridis formal, Indonesia menjadi utuh dan tidak terpecah lagi.
Read Full 0 komentar

Penerjemah English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified SENI BUDAYA NUSANTARA INDONESIA

enis kesenian di Indonesia banyak dipengaruhi oleh beberapa kebudayaan. Tari Jawa dan Bali yang terkenal, misalnya, berisi aspek-aspek kebudayaan dan mitologi Hindu.

Banyak juga seni tari yang berisikan nilai-nilai Islam. Beberapa di antaranya dapat ditemukan di daerah Sumatra seperti tari Saman Meusukat dan Tari Seudati dari Nanggroe Aceh Darussalam.

Selain itu yang cukup terkenal di dunia adalah wayang kulit yang menampilkan kisah-kisah tentang kejadian mitologis. Seni pantun, gurindam, dan sebagainya dari pelbagai daerah seperti pantun Melayu, dan pantun-pantun lainnya acapkali dipergunakan dalam acara-acara tertentu yaitu perhelatan, pentas seni, dan lain-lain.

Di bidang busana warisan budaya yang terkenal di seluruh dunia adalah kerajinan batik. Beberapa daerah yang terkenal akan industri batik meliputi Yogyakarta, Solo, dan juga Pekalongan.

Pencak silat adalah seni bela diri yang unik yang berasal dari wilayah Indonesia. Seni bela diri ini kadang-kadang ditampilkan pada acara-acara pertunjukkan yang biasanya diikuti dengan musik tradisional Indonesia berupa gamelan dan seni musik tradisional lainnya sesuai dengan daerah asalnya.

Seni musik di Indonesia, baik tradisional maupun modern sangat banyak terbentang dari Sabang hingga Merauke. Musik tradisional termasuk juga keroncong Jawa dikenali oleh hampir semua rakyat Indonesia, namun yang lebih berkuasa dalam paras lagu di Indonesia yaitu seni lagu modern kemudian Dangdut. Dangdut adalah salah satu musik Indonesia yang sudah merakyat di wilayah Nusantara, yang dipadu dari unsur musik Melayu, India, dan juga musik tradisional Indonesia. Dinamakan Dangdut karena suara musik yang terdengar adalah suara 'dang' dan 'dut' dan musik Dangdut lebih dikuasai oleh suara gendang dan suling. Lagu-lagu dangdut biasanya didendangkan oleh pedangdut dengan goyangannya yang seronok dan lemah gemulai yang disesuaikan dengan tempo lagunya. Ada berbagai macam corak musik Dangdut, antara lain Dangdut Melayu, Dangdut Modern (Dangdut masa kini yang alat musiknya telah ditambah dengan alat musik modern); dan Dangdut Pesisir (Lagu dangdut tradisional Jawa, Sunda, dll). Pada tahun 70-an, dangdut lebih dikenal sebagai aliran musik orkes Melayu, yang kemudian pada awal tahun 80-an ia lebih dikenal dengan sebutan Dangdut.

Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa, agama serta kepercayaan yang berbeda. Ada Batak, Karo, Minangkabau, Melayu di Sumatra dan sebagainya. Ada banyak agama yang diakui di Indonesia yaitu Islam, Kristen, Hindu, dan Buddha bahkan kini Kepercayaan Konghucu juga diakui. Namun sebagian besar masyarakat Indonesia lebih memilih Islam sebagai agamanya.
Read Full 0 komentar

Budaya Nusantara

1. Asal-usul Sendang Penganten
Jaman dahulu kala menurut kepercayaan masyarakat Dusun Mrayun, Desa Termas ada sebuah kerajaan yang dikenal dengan nama kerajaan Pengging yang rajanya dikaruniai seorang putri cantik yang bernama Raden Ajeng Rusmiyati. Raden Ajeng Rusmiyati, karena kecantikannya yang konon begitu terkenal membuat raja dari beberapa kerajaan tetangga ingin menjodohkan putranya dengan Raden Ajeng Rusmiyati. Keadaan ini sontak membuat Raden Ajeng Rusmiyati kebingungan bagaimana cara menolak pinangan-pinangan itu. Karena, dengan banyaknya pinangan itu ia tak mungkin menerima semuanya, tapi di sisi lain jika ia harus menerima salah satu dan menolak yang lainnya tentu akan membuat pihak yang ditolak akan merasa terhina yang pada akhirnya akan memusuhi kerajaan ayahnya.
Di tengah kebingungan itu, musim kemarau panjang melanda wilayah kerajaan Pengging yang menyebabkan kekurangan pangan karena tanaman yang ditanam oleh penduduk mengalami gagal panen karena kekurangan pasokan air. Begitu juga dengan tanaman Raden Ajeng Rusmiyati yang berada dalam keputren, tanamannya layu dan hampir mati. Raja Pengging bingung bagaimana caranya menyelamatkan rakyat dari kekurangan pangan dan bisa menyelamatkan tanaman yang berada di dalam keputren. Karena kebingungan dengan keadaan ini akhirnya Raja memutuskan untuk mengadakan sayembara, barang siapa dapat menyelamatkan rakyat dari kekeringan dan menyirami tanamannya Raden Ajeng Rusmiyati, apabila wanita akan dijadikan saudara dan apabila laki-laki akan dijodohkan dengan putrinya yaitu Raden Ajeng Rusmiyati.
Setelah beredarnya kabar sayembara itu akhirnya ada satu laki-laki yang bernama Joko Pangalasan yang menyatakan kesanggupannya untuk melaksanakan tugas itu. Joko Pengalasan sendiri sebenarnya adalah putra mahkota dari kerajaan Mataram Jogya yang beranama Kanjeng Gusti Ngrancang Kencono. Beliau dijuluki Joko Pangalasan karena sering pergi dari istana untuk belajar, menuntut ilmu, keluar masuk hutan, dan suka mengembala sapi.
Setelah tahu ada yang bisa melaksanakan sayembara, Raden Ajeng Rusmiyati menjadi bingung, karena akan dijodohkan dengan Joko Pangalasan. Raden Ajeng Rusmiyati yang tidak tahu dengan jati diri dari Joko Pengalasan menolak untuk dikawinkan dengan Joko Pengalasan yang dikenalnya hanya sebagai seorang penggembala sapi. Satu derajat yang dianggapnya begitu berbeda dengan dirinya yang seorang putrid keraton. Oleh karenanya kemudian Raden Ajeng Rusmiyati meminta supaya janji yang di ucapkan dalam sayembara itu dihapus. Tentu saja permintaan dari Raden Ajeng Rusmiyati itu membuat Raja pengging murka yang pada puncaknya mengusir putrinya pergi dari kerajaan, yang kemudian benar-benar diiyakan Raden Ajeng Rusmiyati dengan pergi dari kerajaan tanpa berpamitan kepada kedua orang tuanya.
Mengetahui Raden Ajeng Rusmiyati pergi dari kerajaan, ibunya bingung karena kepergian putrinya tanpa berpamitan, arah dan tujuan tanpa diketahui oleh siapapun. Bingung bagaimana caranya supaya bisa menemukan putrinya, maka ratu Pengging mengadakan sayembara lagi yang isinya tak jauh berbeda dengan sayembara yang pernah dilaksanakan. Singkat cerita, ketika sedang mengembala sapi, tanpa sengaja Joko Pangalasan bertemu dengan Raden Ajeng Rusmiyati kemudian mau dibawa pulang kembali ke kerajaan Pengging. (more…)
Read Full 0 komentar

Seni Budaya Indonesia

Budaya Nusa Tenggara Timur


Budaya Nusa Tenggara Timur

Provinsi NTT kaya akan ragam budaya baik bahasa maupun suku bangsanya seperti tertera dalam di bawah ini:

Jumlah Bahasa Daerah
Jumlah bahasa yang dimiliki cukup banyak dan tersebar pada pulau-pulau yang ada yaitu:
Pengguna Bahasa di Nusa Tenggara Timur

Timor, Rote, Sabu, dan pulau-pulau kecil disekitarnya: Bahasanya menggunakan bahasa Kupang, Melayu Kupang, Dawan Amarasi, Helong Rote, Sabu, Tetun, Bural:

Alor dan pulau-pulau disekitarnya: Bahasanya menggunakan Tewo kedebang, Blagar, Lamuan Abui, Adeng, Katola, Taangla, Pui, Kolana, Kui, Pura Kang Samila, Kule, Aluru, Kayu Kaileso

Flores dan pulau-pulau disekitarnya: Bahasanya menggunakan melayu, Laratuka, Lamaholot, Kedang, Krawe, Palue, Sikka, lio, Lio Ende, Naga Keo, Ngada, Ramba, Ruteng, Manggarai, bajo, Komodo

Sumba dan pualu-ulau kecil disekitarnya: Bahasanya menggunakan Kambera, Wewewa, Anakalang, Lamboya, Mamboro, Wanokaka, Loli, Kodi

Jumlah Suku /Etnis
Penduduk asli NTT terdiri dari berbagai suku yang mendiami daerah-daerah yang tersebar Diseluruh wilayah NTT, sebagai berikut:

Helong: Sebagian wilayah Kabupaten Kupang (Kec.Kupang Tengah dan Kupang Barat serta Semau)

Dawan: Sebagian wilayah Kupang (Kec. Amarasi, Amfoang, Kupang Timur, Kupang Tengah, Kab timor Tengah selatan, Timor Tengah Utara, Belu ( bagian perbatasan dengan TTU)

Tetun: Sebagian besar Kab. Belu dan wilayah Negara Timor Leste
Kemak: Sebagian kecil Kab. Belu dan wilayah Negara Timor Leste
Marae: Sebagian kecil Kab. Belu bagian utara dekat dengan perbatasan dengan
Negara Timor Leste
Rote: Sebagian besar pulau rote dan sepanjang pantai utara Kab Kupang dan pulau
Semau
Sabu / Rae Havu: Pulau Sabu dan Raijua serta beberapa daerah di Sumba
Sumba: Pulau Sumba
Manggarai Riung: Pulau Flores bagian barat terutama Kan Manggarai dan Manggarai
Barat
Read Full 0 komentar

Budaya Lampung

Selasa, 08 November 2011

Budaya Bediom di Lampung Barat

Jumat, 19 November 2010

Budaya "Bediom" (pindah rumah) harus terus dilestarikan masyarakat Lampung Barat sebagai warisan leluhur, kata bupati setempat Mukhlis Basri, di Liwa, Minggu.
"Adat budaya yang dimiliki Lampung Barat beragam, sehingga menjadi keunikan dan daya tarik tersendiri, salah satunya adalah ’Bediom’," kata Mukhlis Basri, di Liwa, Minggu.
Dia menjelaskan, tradisi "Bediom" menjadi bagian tak terpisahkan masyarakat adat di Lampung Barat. "Dengan keaslian budaya turun temurun ini, akan membawa dampak yang positif bagi pelestarian budaya di tengah zaman yang serba canggih seperti ini," kata dia.

Lampung Barat Mengembangkan Desa Wisata

Selasa, 12 Oktober 2010

Pemerintah Kabupaten Lampung Barat tengah mengembangkan program desa wisata, yaitu wisata berbasis pemberdayaan masyarakat. Desa Lombok (baca Lumbok) di tepi Danau Ranau merupakan salah satu percontohan program ini.

Festival Krakatau Dibuka

Selasa, 15 Juni 2010

Pergelaran Festival Krakatau ke-20 dibuka Rabu (9-6) hingga 25 Juli mendatang. Biaya yang dibutuhkan untuk pergelaran tersebut diperkirakan mencapai Rp700 juta dan bersumber dari APBD Lampung 2010.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Lampung Gatot Hudi Utomo mengatakan untuk pergelaran tahunan yang mengikutsertakan duta besar dari negara sahabat dan pawai budaya se-Lampung, anggaran senilai Rp700 juta masih relatif kecil.

Pemuda Lampung Belajar Budaya

Minggu, 13 Juni 2010

 Sebanyak 32 pemuda dari Provinsi Gorontalo, Sumatera Utara, Banten, dan Bengkulu menetap di Lampung selama 45 hari untuk mempelajari kebudayaan setempat.
Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Pemprov Lampung Agus Salim mengatakan mereka mengikuti program Bakti Pemuda Antar-Provinsi 2010.

TNBBS Berencana Kembangkan Wisata

Rabu, 26 Mei 2010

Dalam rangka menanggulangi perambahan di kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), Balai Besar TNBBS berencana melaksanakan program pengembangan wisata alam, budaya, dan adat.
Kepala Balai Besar TNBBS Kurnia Rauf menjelaskan pengembangan wisata akan dilaksanakan dengan bekerja sama dengan Pemprov dan Pemkab Lampung Barat dengan melibatkan masyarakat.
Sebagai langkah awal, pihak TNBBS sudah membuka objek wisata gajah di Pekon Pemerihan, Kecamatan Bengkunat-Belimbing.
Read Full 0 komentar

Kebudayaan

Daerah Papar seperti lain-lain daerah di negeri Sabah ini penduduknya adalah terdiri daripada berbilang kaum dan adat resam yang berbeza mengikut komponen kaum yang terdiri daripada Melayu Brunei, diikuti Kadazan/Dusun, Bajau dan Cina. Bahasa perantara penduduk di daerah ini ialah bahasa Melayu mengikut lengok Melayu Brunei yang agak lembut dan sopan, walaupun mereka berbangsa Kadazan, Cina atau Bajau disamping bahasa kaum-kaum itu sendiri.
Masyarakat Bajau
Masyarakat Cina
KEDUDUKAN GEOGRAFI DAN LOKASI
Daerah Papar terletak dalam Zon Pantai Barat Negeri Sabah. Jumlah keluasan daerah Papar ialah 124,320 hektar atau 480 batu pesegi. Daerah Papar bersempadan dengan daerah Penampang di Utara, daerah Tambunan di Timur Laut, daerah Keningau dan Tenom di Tenggara dan daerah Beaufort di Selatan. Pekan Papar boleh dihubungkan dengan jalanraya dari Kota Kinabalu (38kilometer), dari pekan Beaufort (50 kilometer) dan dari pekan Keningau (73 kilometer). Pekan Papar juga dihubungkan dengan jalan keretapi dari stesen Keretapi Tanjung Aru, Beaufort dan Tenom
PENDUDUK
Jumlah penduduk daerah Papar ialah 92,451 (Banci 2000). Antara suku kaum di daerah ini ialah Melayu Brunei (25,172), Kadazan/Dusun (24,853), Bajau (14,274), Cina (5,473), Bumiputera Lain (7,737), Murut (424), dan lain-lain bangsa (4,272) manakala Bukan Warganegara ialah (10,246).

BRUNEI

Masyarakat Melayu Brunei mempunyai beberapa kebudayaannya tersendiri seperti adat perkahwinan, pakaian, tarian, alat muzik tradisi  dan makanan tradisi. Adat Perkahwinan masyarakat Brunei sama dengan adat Perkahwinan masyarakat Bajau berlandaskan agama Islam, begitu juga dari segi pakaian, tidak jauh bezanya. Tarian Adai-Adai merupakan Tarian bagi masyarakat Brunei manakala masyarakat Bajau dengan  Tarian Berunsai. Gambus merupakan alat muzik trdisional Masyarakat Brunei, dimana Pesta Gambus telah diiktiraf dan telah disenaraikan ke dalam salah satu perayaan tahunan dalam kalender negeri, dimana ia selalunya dianjurkan oleh Persatuan Masyarakat Brunei Sabah (PMBS). Dari segi makanan tradisi yang terkenal ialah kuih cincin Bongawan, kuih sapit, kuih pinyaram, kuih jelurut, dan kelupis. Manakala Belacan Kg Laut adalah belacan yang terkenal di daerah ini.
 

KADAZAN

Masyarakat Suku Kaum Kadazan mempunyai banyak adat yang perlu diketahui dan percaya akan perhitungan kalender (bulan). Seperti adat Tuntut Waris dan Pembahagian Harta, Adat Perkahwinan Membuat Rumah Mananam Padi, Kerja-kerja Bercucuk tanam dan lain-alin upacara. Semua ini ditentukan harinya dan pelaksanaannya menurut hitungan bulan.
Read Full 0 komentar

Profil Potensi Budaya dan Pariwisata Banten

Kondisi Geografis

Provinsi Banten sebagai salah satu provinsi di Negara Kesatuan Republik Indonesia ditetapkan berdasarkan UU No 23 tahun 2000. Secara Geografis wilayah Provinsi Banten berbatasan:
Sebelah utara berbatasan dengan laut Jawa
Sebelah barat berbatasan dengan Selat Sunda
Sebelah timur berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat
Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia
Visi dan Misi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten
Visi:
  • Banten sebagai destinasi pariwisata yang berbudaya, profesional dan kompetitif
Misi:
  1. Mengembangkan dan mendayagunakan sumber daya kebudayaan dan pariwisata
  2. Menjaga dan melestarikan nilai-nilai seni dan budaya daerah
  3. Mempromosikan dan memasarkan kebudayaan dan destinasi pariwisata
  4. Meningkatkan kapasitas dan kualitas kelembagaan dan sumber daya manusia aparatur

Potensi Wisata Daerah

Luas wilayah Banten 8.800,83 km2 dengan populasi penduduk mencapai 10.644.030 jiwa berdasarkan sensus penduduk tahun 2010. Mayoritas penduduk beragama Islam dengan mata pencaharian dari sektor pertanian, perdagangan, industri dan jasa. Unit pemerintahan dibagi atas 4 kabupaten dan 4 kota : Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, Kota Cilegon, Kota Serang dan Kota Tangerang Selatan. Masing-masing wilayah memiliki karakteristik sumber daya pariwisata budaya, alam, buatan dan kehidupan masyarakat tradisional (living culture) yang berkembang sebagai destinasi wisata berskala nasional bahkan internasional seperti Pesona Pantai Anyer, Carita & Tanjung Lesung, wisata bahari Pulau Umang, Taman Nasional Ujung Kulon, wisata Religi Banten Lama dan keunikan Masyarakat Tradisional Baduy.

Program Pengembangan

Pengembangan Pariwisata Provinsi Banten diidentifikasikan atas 204 Obyek Daerah Tujuan Wisata (ODTW) menurut RIPPDA Pariwisata tahun 2006 yang tersebar di seluruh wilayah Provinsi Banten. Terdiri dari 84 Obyek Wisata Alam, 34 Obyek Wisata Sejarah dan Budaya, 24 Obyek Wisata Buatan, 9 Obyek Wisata Living Culture dan 48 Obyek Wisata Atraksi Kesenian. Sebanyak 71 ODTW (34,8%) merupakan kawasan wisata yang telah berkembang baik dalam skala nasional maupun internasional. Sementara itu sekitar 100 ODTW (49,0%) merupakan Obyek Wisata yang potensial untuk dikembangkan. Pola pengembangan pariwisata Provinsi Banten meliputi 18 kawasan, diantaranya Pantai Barat, Kawasan Wisata Pantai Selatan, Kawasan Wisata Pantai Utara, Kawasan Wisata Ziarah, Kawasan Wisata Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) serta Pulau dan Anak Gunung Krakatau, dan lain-lain.
Read Full 0 komentar

Budaya Nusantara

1. Asal-usul Sendang Penganten
Jaman dahulu kala menurut kepercayaan masyarakat Dusun Mrayun, Desa Termas ada sebuah kerajaan yang dikenal dengan nama kerajaan Pengging yang rajanya dikaruniai seorang putri cantik yang bernama Raden Ajeng Rusmiyati. Raden Ajeng Rusmiyati, karena kecantikannya yang konon begitu terkenal membuat raja dari beberapa kerajaan tetangga ingin menjodohkan putranya dengan Raden Ajeng Rusmiyati. Keadaan ini sontak membuat Raden Ajeng Rusmiyati kebingungan bagaimana cara menolak pinangan-pinangan itu. Karena, dengan banyaknya pinangan itu ia tak mungkin menerima semuanya, tapi di sisi lain jika ia harus menerima salah satu dan menolak yang lainnya tentu akan membuat pihak yang ditolak akan merasa terhina yang pada akhirnya akan memusuhi kerajaan ayahnya.
Di tengah kebingungan itu, musim kemarau panjang melanda wilayah kerajaan Pengging yang menyebabkan kekurangan pangan karena tanaman yang ditanam oleh penduduk mengalami gagal panen karena kekurangan pasokan air. Begitu juga dengan tanaman Raden Ajeng Rusmiyati yang berada dalam keputren, tanamannya layu dan hampir mati. Raja Pengging bingung bagaimana caranya menyelamatkan rakyat dari kekurangan pangan dan bisa menyelamatkan tanaman yang berada di dalam keputren. Karena kebingungan dengan keadaan ini akhirnya Raja memutuskan untuk mengadakan sayembara, barang siapa dapat menyelamatkan rakyat dari kekeringan dan menyirami tanamannya Raden Ajeng Rusmiyati, apabila wanita akan dijadikan saudara dan apabila laki-laki akan dijodohkan dengan putrinya yaitu Raden Ajeng Rusmiyati.
Setelah beredarnya kabar sayembara itu akhirnya ada satu laki-laki yang bernama Joko Pangalasan yang menyatakan kesanggupannya untuk melaksanakan tugas itu. Joko Pengalasan sendiri sebenarnya adalah putra mahkota dari kerajaan Mataram Jogya yang beranama Kanjeng Gusti Ngrancang Kencono. Beliau dijuluki Joko Pangalasan karena sering pergi dari istana untuk belajar, menuntut ilmu, keluar masuk hutan, dan suka mengembala sapi.
Setelah tahu ada yang bisa melaksanakan sayembara, Raden Ajeng Rusmiyati menjadi bingung, karena akan dijodohkan dengan Joko Pangalasan. Raden Ajeng Rusmiyati yang tidak tahu dengan jati diri dari Joko Pengalasan menolak untuk dikawinkan dengan Joko Pengalasan yang dikenalnya hanya sebagai seorang penggembala sapi. Satu derajat yang dianggapnya begitu berbeda dengan dirinya yang seorang putrid keraton. Oleh karenanya kemudian Raden Ajeng Rusmiyati meminta supaya janji yang di ucapkan dalam sayembara itu dihapus. Tentu saja permintaan dari Raden Ajeng Rusmiyati itu membuat Raja pengging murka yang pada puncaknya mengusir putrinya pergi dari kerajaan, yang kemudian benar-benar diiyakan Raden Ajeng Rusmiyati dengan pergi dari kerajaan tanpa berpamitan kepada kedua orang tuanya.
Mengetahui Raden Ajeng Rusmiyati pergi dari kerajaan, ibunya bingung karena kepergian putrinya tanpa berpamitan, arah dan tujuan tanpa diketahui oleh siapapun. Bingung bagaimana caranya supaya bisa menemukan putrinya, maka ratu Pengging mengadakan sayembara lagi yang isinya tak jauh berbeda dengan sayembara yang pernah dilaksanakan. Singkat cerita, ketika sedang mengembala sapi, tanpa sengaja Joko Pangalasan bertemu dengan Raden Ajeng Rusmiyati kemudian mau dibawa pulang kembali ke kerajaan Pengging. (more…)
Read Full 0 komentar

Seni Dan Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta

Senin, 07 November 2011
Masyarakat Adat
 Hutan Wonosadi, Peraih Kehati Award 2009 - Prakarsa Lestari Kehati
Peraih Kehati Award 200 Kategori: Prakarsa Lestari Kehati Masyarakat Adat Hutan Wonosadi Alamat : Dusun Duren Desa Beji Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi DIY Ketua Adat: Sudiyo Masyarakat Dusun Duren, Desa Beji, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Jogjakarta menunjukan keteguhan yang tak lekang selama 44 tahun, dalam memelihara dan menyelamatkan hutan adat Wonosadi seluas 25 ha. Mereka bersama-sama melakukan beragam upaya unik pelestarian keanekaragaman hayati melalui pendekatan kearifan tradisional dan pelestarian seni/budaya lokal, seperti Sadran pasca panen dan seni musik tradisional Rinding Gumbeng, karawitan, ketoprak dan wayang kulit. Kini upaya mereka terbukti telah ikut menjaga habitat flora--fauna yang sudah langka seperti tanaman, kayu-kayuan, perdu, rerumputan, tanaman obat, anggrek lokal, aneka jenis burung, tercegahnya erosi, tercetak sawah 50 ha yang dapat panen 3 kali per-tahun, dan munculnya 3 titik mata air yang tanpa henti mengairi ladang dan sawah warga. Terbentuk pula BALA DEWI (Badan Pengelola Desa Wisata) yang mengelola hutan Wonosadi sebagai hutan wisata.
Read Full 0 komentar

Kebudayaan nasional

Kebudayaan nasional adalah kebudayaan yang diakui sebagai identitas nasional. Definisi kebudayaan nasional menurut TAP MPR No.II tahun 1998, yakni:
Kebudayaan nasional yang berlandaskan Pancasila adalah perwujudan cipta, karya dan karsa bangsa Indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya manusia Indonesia untuk mengembangkan harkat dan martabat sebagai bangsa, serta diarahkan untuk memberikan wawasan dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap bidang kehidupan bangsa. Dengan demikian Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang berbudaya.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Wujud, Arti dan Puncak-Puncak Kebudayaan Lama dan Asli bai Masyarakat Pendukukungnya, Semarang: P&K, 199
kebudayaan nasional dalam pandangan Ki Hajar Dewantara adalah “puncak-puncak dari kebudayaan daerah”. Kutipan pernyataan ini merujuk pada paham kesatuan makin dimantapkan, sehingga ketunggalikaan makin lebih dirasakan daripada kebhinekaan. Wujudnya berupa negara kesatuan, ekonomi nasional, hukum nasional, serta bahasa nasional. Definisi yang diberikan oleh Koentjaraningrat dapat dilihat dari peryataannya: “yang khas dan bermutu dari suku bangsa mana pun asalnya, asal bisa mengidentifikasikan diri dan menimbulkan rasa bangga, itulah kebudayaan nasional”. Pernyataan ini merujuk pada puncak-puncak kebudayaan daerah dan kebudayaan suku bangsa yang bisa menimbulkan rasa bangga bagi orang Indonesia jika ditampilkan untuk mewakili identitas bersama.Nunus Supriadi, “Kebudayaan Daerah dan Kebudayaan Nasional”
Pernyataan yang tertera pada GBHN tersebut merupakan penjabaran dari UUD 1945 Pasal 32. Dewasa ini tokoh-tokoh kebudayaan Indonesia sedang mempersoalkan eksistensi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional terkait dihapuskannya tiga kalimat penjelasan pada pasal 32 dan munculnya ayat yang baru. Mereka mempersoalkan adanya kemungkinan perpecahan oleh kebudayaan daerah jika batasan mengenai kebudayaan nasional tidak dijelaskan secara gamblang.
Sebelum di amandemen, UUD 1945 menggunakan dua istilah untuk mengidentifikasi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional. Kebudayaan bangsa, ialah kebudayaan-kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagi puncak-puncak di daerah-daerah di seluruh Indonesia, sedangkan kebudayaan nasional sendiri dipahami sebagai kebudayaan angsa yang sudah berada pada posisi yang memiliki makna bagi seluruh bangsa Indonesia. Dalam kebudayaan nasional terdapat unsur pemersatu dari Banga Indonesia yang sudah sadar dan menglami persebaran secara nasional. Di dalamnya terdapat unsur kebudayaan bangsa dan unsur kebudayaan asing, serta unsur kreasi baru atau hasil invensi nasional.[1]
Read Full 0 komentar

Budaya

Kamis, 03 November 2011
Budaya atau kebudayaan (daripada perkataan Sanskrit buddayah, yang merupakan kata jamak bagi perkataan buddhi, yang bermaksud budi pekerti atau akal) secara amnya membincangkan hal-hal berkaitan budi dan akal manusia. Di dalam pengertian yang luas pula bermaksud segala sesuatu yang dibawa atau dikerjakan oleh manusia, berlawanan dengan "perkara semula jadi"' yang bukan diciptakan atau boleh diubah oleh manusia. Di dalam bahasa Inggeris, kebudayaan disebut sebagai culture, yang berasal daripada perkataan Latin colore yang bermaksud menanam atau mengerjakan.

[sunting] Pengertian

Kebudayaan mempunyai hubungan erat dengan masyarakat. Menurut Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski, segala sesuatu yang terdapat di dalam sesebuah masyarakat mempunyai hubungkait atau boleh ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki masyarakat itu sendiri. Fahaman ini dikenal di kalangan ahli antropologi (kajian manusia) sebagai fahaman determinisme (atau penentuan) budaya. Herskovits seterusnya memandang budaya sebagai sesuatu yang diperturunkan daripada satu generasi ke generasi seterusnya dan konsep ini disebut sebagai organik lampau (atau ringkasnya superorganik).
Sementara itu, menurut Andreas Eppink pula, kebudayaan ialah keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta struktur-struktur kemasyarakatan, keagamaan selain penghasilan seni dan intelektual yang membentuk ciri-ciri khas sesebuah masyarakat. Pengertian sebegini dipersetujui oleh Edward B. Taylor. Beliau memandang budaya sebagai satu konsep menyeluruh yang rumit yang mengandungi ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, tatasusila, undang-undang, adat resam dan lain-lain kebolehan serta kebiasaan yang diperolehi oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Ahli antropologi dari alam Nusantara, iaitu Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi pula memegang kebudayaan sebagai alat penghasilan karya seni, rasa dan penciptaan di dalam masyarakat.
Daripada kesemua pengertian ini, kebudayaan bolehlah disimpulkan sebagai keseluruhan cara hidup manusia termasuk hasil ciptaan dan pemikiran yang sesuai dengan kehendak rohani dan jasmani yang menjadi amalan untuk kesejahteraan hidup sesuatu kelompok masyarakat

Read Full 0 komentar

Kebudayaan sebagai peradaban

Saat ini, kebanyakan orang memahami gagasan "budaya" yang dikembangkan di Eropa pada abad ke-18 dan awal abad ke-19. Gagasan tentang "budaya" ini merefleksikan adanya ketidakseimbangan antara kekuatan Eropa dan kekuatan daerah-daerah yang dijajahnya.
Mereka menganggap 'kebudayaan' sebagai "peradaban" sebagai lawan kata dari "alam". Menurut cara pikir ini, kebudayaan satu dengan kebudayaan lain dapat diperbandingkan; salah satu kebudayaan pasti lebih tinggi dari kebudayaan lainnya.
Artefak tentang "kebudayaan tingkat tinggi" (High Culture) oleh Edgar Degas.
Pada prakteknya, kata kebudayaan merujuk pada benda-benda dan aktivitas yang "elit" seperti misalnya memakai baju yang berkelas, fine art, atau mendengarkan musik klasik, sementara kata berkebudayaan digunakan untuk menggambarkan orang yang mengetahui, dan mengambil bagian, dari aktivitas-aktivitas di atas.
Sebagai contoh, jika seseorang berpendendapat bahwa musik klasik adalah musik yang "berkelas", elit, dan bercita rasa seni, sementara musik tradisional dianggap sebagai musik yang kampungan dan ketinggalan zaman, maka timbul anggapan bahwa ia adalah orang yang sudah "berkebudayaan".
Orang yang menggunakan kata "kebudayaan" dengan cara ini tidak percaya ada kebudayaan lain yang eksis; mereka percaya bahwa kebudayaan hanya ada satu dan menjadi tolak ukur norma dan nilai di seluruh dunia. Menurut cara pandang ini, seseorang yang memiliki kebiasaan yang berbeda dengan mereka yang "berkebudayaan" disebut sebagai orang yang "tidak berkebudayaan"; bukan sebagai orang "dari kebudayaan yang lain." Orang yang "tidak berkebudayaan" dikatakan lebih "alam," dan para pengamat seringkali mempertahankan elemen dari kebudayaan tingkat tinggi (high culture) untuk menekan pemikiran "manusia alami" (human nature)
Sejak abad ke-18, beberapa kritik sosial telah menerima adanya perbedaan antara berkebudayaan dan tidak berkebudayaan, tetapi perbandingan itu -berkebudayaan dan tidak berkebudayaan- dapat menekan interpretasi perbaikan dan interpretasi pengalaman sebagai perkembangan yang merusak dan "tidak alami" yang mengaburkan dan menyimpangkan sifat dasar manusia.
Dalam hal ini, musik tradisional (yang diciptakan oleh masyarakat kelas pekerja) dianggap mengekspresikan "jalan hidup yang alami" (natural way of life), dan musik klasik sebagai suatu kemunduran dan kemerosotan.
Saat ini kebanyak ilmuwan sosial menolak untuk memperbandingkan antara kebudayaan dengan alam dan konsep monadik yang pernah berlaku. Mereka menganggap bahwa kebudayaan yang sebelumnya dianggap "tidak elit" dan "kebudayaan elit" adalah sama - masing-masing masyarakat memiliki kebudayaan yang tidak dapat diperbandingkan.
Pengamat sosial membedakan beberapa kebudayaan sebagai kultur populer (popular culture) atau pop kultur, yang berarti barang atau aktivitas yang diproduksi dan dikonsumsi oleh banyak orang.

[sunting] Kebudayaan sebagai "sudut pandang umum"

Selama Era Romantis, para cendekiawan di Jerman, khususnya mereka yang peduli terhadap gerakan nasionalisme - seperti misalnya perjuangan nasionalis untuk menyatukan Jerman, dan perjuangan nasionalis dari etnis minoritas melawan Kekaisaran Austria-Hongaria - mengembangkan sebuah gagasan kebudayaan dalam "sudut pandang umum".
Pemikiran ini menganggap suatu budaya dengan budaya lainnya memiliki perbedaan dan kekhasan masing-masing. Karenanya, budaya tidak dapat diperbandingkan. Meskipun begitu, gagasan ini masih mengakui adanya pemisahan antara "berkebudayaan" dengan "tidak berkebudayaan" atau kebudayaan "primitif."
Pada akhir abad ke-19, para ahli antropologi telah memakai kata kebudayaan dengan definisi yang lebih luas. Bertolak dari teori evolusi, mereka mengasumsikan bahwa setiap manusia tumbuh dan berevolusi bersama, dan dari evolusi itulah tercipta kebudayaan.
Pada tahun 50-an, subkebudayaan - kelompok dengan perilaku yang sedikit berbeda dari kebudayaan induknya - mulai dijadikan subyek penelitian oleh para ahli sosiologi. Pada abad ini pula, terjadi popularisasi ide kebudayaan perusahaan - perbedaan dan bakat dalam konteks pekerja organisasi atau tempat bekerja.

[sunting] Kebudayaan sebagai mekanisme stabilisasi

Teori-teori yang ada saat ini menganggap bahwa (suatu) kebudayaan adalah sebuah produk dari stabilisasi yang melekat dalam tekanan evolusi menuju kebersamaan dan kesadaran bersama dalam suatu masyarakat, atau biasa disebut dengan tribalisme.

[sunting] Kebudayaan di antara masyarakat

Sebuah kebudayaan besar biasanya memiliki sub-kebudayaan (atau biasa disebut sub-kultur), yaitu sebuah kebudayaan yang memiliki sedikit perbedaan dalam hal perilaku dan kepercayaan dari kebudayaan induknya. Munculnya sub-kultur disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya karena perbedaan umur, ras, etnisitas, kelas, aesthetik, agama, pekerjaan, pandangan politik dan gender,
Ada beberapa cara yang dilakukan masyarakat ketika berhadapan dengan imigran dan kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan asli. Cara yang dipilih masyarakat tergantung pada seberapa besar perbedaan kebudayaan induk dengan kebudayaan minoritas, seberapa banyak imigran yang datang, watak dari penduduk asli, keefektifan dan keintensifan komunikasi antar budaya, dan tipe pemerintahan yang berkuasa.
  • Monokulturalisme: Pemerintah mengusahakan terjadinya asimilasi kebudayaan sehingga masyarakat yang berbeda kebudayaan menjadi satu dan saling bekerja sama.
  • Leitkultur (kebudayaan inti): Sebuah model yang dikembangkan oleh Bassam Tibi di Jerman. Dalam Leitkultur, kelompok minoritas dapat menjaga dan mengembangkan kebudayaannya sendiri, tanpa bertentangan dengan kebudayaan induk yang ada dalam masyarakat asli.
  • Melting Pot: Kebudayaan imigran/asing berbaur dan bergabung dengan kebudayaan asli tanpa campur tangan pemerintah.
  • Multikulturalisme: Sebuah kebijakan yang mengharuskan imigran dan kelompok minoritas untuk menjaga kebudayaan mereka masing-masing dan berinteraksi secara damai dengan kebudayaan induk.
Read Full 0 komentar
 

© Technorati Style Copyright by kebudayaan | Template by One-4-All | Made In Indonesia